ANALISIS ISU DAN MANAJEMEN KRISIS PADA KASUS : TERGELINCIRNYA PESAWAT F-16 DAN KASUS BPLS PUNYA TANGGUNGAN Rp 700 MILYAR


 DIAN ARTIKA                                               

145120201111077


KASUS 1 : TERGELINCIRNYA PESAWAT F16 MILIK TNI-AU DI PEKANBARU
           
        Dikutip dari tribunpekanbaru.com, Ramdani (2017) menuliskan bahwa Pesawat tempur F16/TS-1603 milik TNI-AU yang sedang melakukan latihan konversi tergelincir di runway 18 Bandara Sultan Syarif Khasim II, Pekanbaru pada hari Selasa, 14 Maret 2017 sekitar 16.58 WIB. Pesawat dengan nomor ekor TS 1603 yang dikemudikan oleh mayor penerbang Andri Setiawan sebagai instruktur duduk dibelakang dan yang kedua Lettu Penerbang Marko Andersen sebagai siswa konversi duduk dibagian depan segera dievakuasi. Masih dari portal berita yang sama, Tobing (2015) menuliskan, dalam pernyataan pers yang disampaikan Komandan Lanud Roesmin Nurjadin, Marsekal Pertama Henri Alfiandi, menyatakan bahwa kejadian ini terjadi karena adanya gangguan dalam pengereman. Pilot  sebenarnya sudah berusaha melakukan upaya maksimal, namun akhirnya pesawat tergelincir dan terbalik. Pasca tereglincirnya pesawat tempur F-16 tersebut, ternyata memberi dampak pada kegiatan penerbangan sipil. Disampaikan Officer In Charge (OIC) Bandara SSK II Pekanbaru, Bambang Setiawan, setidaknya ada dua pesawat yang akan mendarat di Bandara SSK II Pekanbaru terpaksa dialihkan. Dua penerbangan tersebut yakni maskapai Garuda Indonesia dan Lion Air (Armanda, 2017) dalam tribunpekanbaru.com.

ANALISIS KASUS
            Krisis merupakan sebuah situasi yang tidak stabil dengan berbagai kemungkinan menghasilkan dampak yang tidak diinginkan (Devlin, dalam Kriyantono, 2015).  Kriyantono (2015, h.198) menuliskan bahwa krisis merupakan suatu masa yang kritis berkaitan dengan suatu peristiwa yang kemungkinan pengaruhnya negatif terhadap organisasi. Dalam karakteristik krisis, kasus ini masuk dalam menimbulkan dampak negatif dan positif organisasi, tetapi dalam kasus ini terjadi dampak negatif karena krisis dapat memunculkan dampak yang tidak terduga-duga, seperti masalah – masalah yang selama ini terpendam tiba-tiba muncul ke permukaan. Hal ini terlihat dari ketika melihat berita tergelincirnya pesawat F-16, masyarakat akan kembali teringat dengan kasus yang sama pada tahun 2015 lalu dengan kasus Pesawat jet tempur F16 terbakar di Halim Perdana Kusuma.
            Untuk sumber dan jenis krisis, kasus ini masuk pada krisis teknologi. Krisis ini timbul karena kesalahan penggunaan tertentu dalam operasional organisasi (Kriyantono, 2015). Bencana teknologi terjadi apabila terjadi kesalahan satu system yang mengakibatkan gangguan pada system yang lain, sehingga merusak keseluruhan teknologi. Krisis ini biasanya karena adanya kesalahan manusia (human error) mengingat semakin kompleksnya hubungan antar sistem teknologi (Ancok, 2008). Penyebab tergelincirnya pesawat TNI-AU ini karena adanya kerusakan pada pengereman, banyak yang menjadi penyebab adanya kerusakan pengereman, bisa karena kurang maksimalnya perawatan pesawat F-16 tersebut, bisa juga memang karena rem-nya yang bermasalah secara mendadak.
        Dalam teori PR, kasus yang kembali menyeret nama TNI-AU ini sangat tidak dianjurkan untuk melakukan denial (menyangkal) bahwa tergelincirnya pesawat F-16 bukan tanggung jawab TNI-AU. Yang sebaiknya dilakukan oleh pihak yang terlibat yaitu menggunakan Situational Crisis Communication Theory (SCCT). Organisasi yang terlibat perlu menyiapkan strategi respons menghadapi krisis untuk memperbaiki reputasi pascakrisis. Dalam SCCT ini terdapat beberapa jenis strategi respons krisis. Kasus pesawat F-16 ini masuk dalam tipe krisis kecelakaan karena kesalahan teknis. Sehingga strategi respons yang dapat digunakan yaitu strategi dengan menimalkan persepsi tentang kerusakan yang diakibatkan krisis (Kriyantono, 2014). Pihak TNI-AU dapat mengaplikasikan SCCT ini dengan mencoba untuk memperlihatkan kepada khalayak tentang hal – hal positif seperti prestasi yang sudah dicapai oleh pesawat tempur yang berasal dari Amerika Serikat ini. Tujuannya untuk mengurangi kekhawatian dan mengembalikan kepercayaan khalayak kepada organisasi yang terkait, dalam hal ini TNI-AU.



KASUS 2 : BPLS PUNYA TANGGUNGAN Rp 700 MILYAR
            Dikutip dari surya.co.id, Syairwan (2017), menuliskan bahwa Presiden Joko Widodo membubarkan Badan Penanggulangan Lumpur Lapindo (BPLS). Akan tetapi permasalahan ganti rugi korban lumpur Lapindo yang sudah masuk pada tahun ke 11 ini masih belum selesai, termasuk bagi para korban di kalangan pengusaha. Tanggungan tersebut totalnya sebesar Rp 700 miliar. Joni, salah satu anggota GPKLL menyatakan dirinya memiliki asset lahan seluas 48 hektar dengan estimasi seharga Rp 50 miliar (pada tahun 2013) yang letaknya sangat dekat dengan semburan lumpur, tepatnya di Desa Ketapang. Joni menambahkan, menurut Pasal 5A Perpres, pembubaran BPLS ini tidak berpihak kepada para korban golongan pengusaha. Dikutip dari kompas (dalam pressreader.com), Mentri PUPR (Pekerjaan Umum & Perum. Rakyat) bapak Basuki mengatakan bahwa setelah BPLS dibubarkan melalui Perpres dan dimasukkan ke dalam struktur Kementerian PUPR di bawah Direktorat Jenderal Sumber Daya Air. Namanya Pusat Pengendalian Lumpur Sidoarjo yang tempatnya tetap di Surabaya. Meskipun begitu. Sebagai penutup, Khusnul mengemukakan bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang harus dihadapi, seperti penanganan semburan lumpur aktif, pengaliran ke Kali Porong, dan pemeliharaan tanggul.

ANALISIS KASUS
            Isu menurut Chase (1989, dalam Kriyantono, 2015) merupakan suatu permasalahan yang belum terselesaikan dan karenanya perlu keputusan yang cepat untuk mengatasinya. Secara sederhananya, isu merupakan representasi dari adanya kesenjangan antara harapan publik dengan kenyataan yang ada pada organisasi atau perusahaan. Isu pada kasus BPLS ini mengalami salah satu karakteristik isu, yaitu isu yang tidak akan pernah selesai. Hal ini karena sebenarnya kasus BPLS yang berkaitan dengan lumpur lapindo sudah ada sejak beberapa tahun belakangan. Dalam paparan deskripsi kasusnya, berdasarkan tahapan isu masuk dalam tahap yang ke empat, tahap resolution (dormant stage) yaitu tahap yang tidak berkesudahan. Sebenarnya, pada tahap ini organisasi telah melewati siklus seperti tekanan dari publik dengan mengeluarkan energi dan biaya yang cukup besar, tetapi kemudian isu muncul kembali dengan adanya persoalan baru yang ternyata memiliki keterkaitan dengan isu sebelumnya. Hal ini bisa terjadi salah satunya karena masih terdapat ketidakpuasaan pada publik. Sama seperti kasus diatas, isu sebelumnya mengenai lumpur lapindo sebenarnya akhir – akhir inisudah tidak sering dibahas di media massa, tetapi kemudian isu terkait lapindo muncul kembali setelah adanya pemberitaan mengenai kasus BPLS yang memiliki tanggungan Rp 700 milyar ini, ditambah lagi diperkuat dengan pemberitaan bahwa BPLS akan dibubarkan oleh Presiden.
            Kasus  diatas juga sudah masuk pada tahapan krisis, hal ini karena pemberitaan BPLS ini ada karena adanya rangkaian dari beberapa peristiwa yang terjadi, bersifat spesifik (berkaitan dengan korban dari Lumpur Lapindo), sehingga menimbulkan ketidakpastian yang tinggi dan dapat mengancam tujuan dari organisasi terkait. Dalam bukunya, Kriyantono (2015) menjelaskan bahwa terdapat dua faktor gangguan, yaitu teknis dan nonteknis. Gangguan teknis akibat adanya tanggul yang mudah jebol dan keterbatasan dana untuk perlatan, sedangkan gangguan non teknis mencakup isu isu sosial dan lingkungan hidup yang memunculkan adanya konflik antara publik internal dan eksternal. Maka dari itu, public relations dari pihak yang terkait dapat menggunakan teori situational theory of the public. Teori ini dapat digunakan sebagai pijakan praktisi public relations untuk mengetahui identitas publik dan membantu organisasi mengidentifikasi publik sehingga organisasi dapat memunculkan strategi komunikasi mana yang cocok digunakan untuk menangani suatu krisis.
            Publik dari korban Lumpur Lapindo ini termasuk dalam publik aktif, hal ini karena masyarakat yang terkena lumpur lapindo selalu merespon dengan melakukan aksi – aksi tertentu. Pada kasus diatas, kasus lumpur lapindo dan BPLS ini memunculkan berbagai tingkatakn daya tahan. Ada korban yang daya tahannya sangat rentan dan menganggap krisis tersebutt membuat sangat menderita. Ada juga masyarakat yang memiliki tingkat kerentanan rendah, biasanya bagi masyarakat yang memiliki pekerjaan tetap. Pada kasusu BPLS sendiri, karakteristik korban lumpur lapindo termasuk publik yang menyadari masalah- masalah yang dihadapinya (aware public) karena mereka berupaya untuk mencari informasi, sehingga tidak hanya menunggu informasi sehingga mereka pun perkembang menjadi publik yang aktif karena melakukan demonstrasi menuntut hak-haknya.

DAFTAR PUSTAKA
Kriyantono, R. (2014). Teori Public Relations perspektif barat & local. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Kriyantono, R. (2015). Public Relations, Issue & Crisis Management : Pendekatan Critical Public Relations, Etnografi Kritis & Kualitatif. Jakarta : Prenadamedia Group.
Ratna, S. A. E. (2008).  Materi Minggu 1 : Manajemen Isu, Krisis & Konflik [Microsoft Word]. [Diambil dari website Belajar Komunikasi, dosen Universitas Muhammadiyah Jakarta]
Sumber Web Pages :
Ancok, D. (2008, Maret 21). Kiat Menghadapi Krisis Dalam Perusahaan. Diakses dari http://ancok.staff.ugm.ac.id/main/kiat-menghadapi-krisis-dalam-perusahaan/  

Sumber Berita :
Armanda, R. (2017, Maret 14). Pesawat Tempur F-16 Miliki TNI-AU Tergelincir, Dua Pendaratan Penerbangan Sipik Dialihkan. pekanbaru.tribunnews.com. Diakses dari http://pekanbaru.tribunnews.com/2017/03/14/pesawat-tempur-f-16-milik-tni-au-tergelincir-dua-pendaratan-penerbangan-sipil-dialihkan
Ramdani, A. (2017, Maret 15). Video : Ini Penjelasan Danlanud RSN Terkait Terbaliknya Pesawat F-16. pekanbaru.tribunnews.com. Diakses dari http://pekanbaru.tribunnews.com/2017/03/15/video-ini-penjelasan-danlanud-rsn-terkait-terbalikny-pesawat-f16
Tobing, D. (2017, Maret 15). Video : Pesawat Tempur F-16 Tergelincir di Lanud Roesmin Nurjadin. Pekanbaru.tribunnews.com. Diakses dari http://pekanbaru.tribunnews.com/2017/03/15/video-pesawat-tempur-f-16-tergelincir-di
“Presiden Bubarkan BPLS Untuk Efektivitas”. (2017, Maret 15). Kompas. Diakses dari https://www.pressreader.com/indonesia/kompas/20170315/281513635960864


Comments

Popular posts from this blog

ANALISIS TAHAPAN ISU & KRISIS YANG TERJADI PADA KASUS ARLA FOODS : TAHUN 2005 - 2006

ANALISIS KASUS KECELAKAAN KRL LINTAS JAKARTA - BOGOR SEPTEMBER MENGGUNAKAN EMPAT TEORI PUBLIC RELATIONS